Kepala Pekon Banyu Urip Akui Pemalsuan Tanda Tangan dalam Skandal Jual Beli Tanah Karena Dipaksa

TANGGAMUS l Jejakkasustv.com – Skandal pemalsuan tanda tangan dalam kasus jual beli tanah di Pekon Banyu Urip Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus, Lampung, yang melibatkan pemilik kolam renang “Kok Happy Family”, Maruyah, semakin terang benderang setelah adanya pengakuan mengejutkan dari Santoso Kepala Pekon setempat.

Kepala Pekon Banyu Urip, Santoso secara terbuka mengakui bahwa dirinya telah memalsukan tanda tangan Sulistiyo, pemilik sah tanah seluas 3.023 m², dalam surat keterangan jual beli.

Pengakuan ini semakin memperkuat dugaan bahwa transaksi tersebut sarat dengan manipulasi dan pelanggaran hukum.

Dalam wawancara via telepon dengan media Jejakkasusustv.com, pada Selasa, 08 April 2025, Santoso menyuruh menghubungi pihak kolam renang ( Maruyah), saat ditanya apakah dirinya benar membuat surat ganda tanpa sepengetahuan Sulistiyo dia menyatakan “Memang benar ia yang buat dan terpaksa melakukan pemalsuan di bawah tekanan dari Maruyah, karena kalau tidak di bikinkan dianggap dia telah bersekongkol dengan Sulistiyo karena beralasan surat yang awal di bawah kabur dan kalau tidak di tanda tangani dia harus mengganti uang 230 jt”.

Dan dirinya mengatakan ” dia sudah di panggil ke polres guna dimintai keterangan”.
Ujar Santoso dengan nada penuh penyesalan.

Pengakuan Santoso membuka dimensi baru dalam kasus ini. Tidak hanya pemalsuan dokumen yang diduga dilakukan secara terencana, tetapi juga dugaan intimidasi terhadap aparat pekon untuk melancarkan skema ilegal tersebut.

Jika terbukti, keterlibatan Maruyah dalam pemalsuan ini bisa menyeretnya pada jerat hukum yang lebih berat.

Berdasarkan hukum yang berlaku, pemalsuan dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP dapat dikenakan hukuman maksimal enam tahun penjara.

Sementara itu, jika unsur ancaman dan tekanan yang dilakukan terhadap pejabat desa terbukti, maka jeratan hukum tambahan bisa diterapkan terhadap Maruyah dan pihak terkait.

Sebelumnya, Sulistiyo melaporkan kasus ini ke Polres Tanggamus pada 21 Februari 2025 dengan STPL Nomor: STPL/3/11/2025/RESKRIM/POLRES TANGGAMUS/POLDA LAMPUNG.

Sulistyo juga mengaku mendapat intimidasi dari Meruya saat bertemu di lokasi lahan yang sudah dijadikan kolam renang. Iya dikunci di dalam area tersebut dan dipaksa mengakui surat yang telah ditandatangani tanpa sepengetahuannya tersebut.

“Meruya bilang ke saya” kalau malam ini tidak selesai sampeyan dalam keadaan bahaya ujar Sulistyo menirukan ancaman Maruyah kepadanya.

Atas persoalan itu Sulistyo menuntut keadilan atas tindakan pemalsuan tanda tangan yang berpotensi merugikannya secara hukum maupun finansial.

Berdasarkan hukum yang berlaku, pemalsuan dokumen sebagaimana diatur dalam pasal 263 KUHP dapat dikenakan hukuman maksimal 6 tahun penjara. Jika terbukti, keterlibatan Maruyah dalam pemalsuan ini bisa menyeretnya pada jerat hukum yang lebih berat.

Sementara, jika unsur intimidasi yang dilakukan oleh Meruya terhadap Sulistyo untuk mengakui tanda tangan itu sah serta ancaman dan tekanan terhadap pejabat desa terbukti, maka jeratan hukum tambahan bisa diterapkan terhadap Maruyah dan pihak terkait.

Masyarakat pekon setempat kini menanti langkah tegas dari kepolisian dalam mengusut tuntas kasus ini, termasuk kemungkinan menyeret pihak-pihak lain yang terlibat dalam skandal pemalsuan dokumen dan intimidasi di pekon banyu Urip.*(Rd)*

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *