Tambang Galian Aktif dan Bekas di Kutorejo, Mojokerto Diduga Merusak Ekosistem tidak ada Reklamasi

Supriyanto (ilyas) Ketua Umum Lembaga Suwadaya Masyarakat (LSM) Generasi Muda Indonesia Cerdas Anti Korupsi (GMICAK) : Kurangnya Pengawasan dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hingga tidak ada Reklamasi Minggu 21 September 2025.

Mojokerto | jejakkasus.info – Bertempat di Wilayah Hukum Kabupaten Mojokerto, Tepatnya di Dusun Jaringansari, Desa Karangdiyeng, Kecamatan Kutorejo – dan Dusun Grogol, Desa Kepuhpandak, Kecamatan Kutorejo diketahui Media dan Lembaga Suwadaya Masyarakat (LSM) Generasi Muda Indonesia Cerdas Anti Korupsi (GMICAK), lokasi tambang aktif dan bekas, Lingkungan tambang rusak parah, diduga tidak ada pengawasan dari Dinas terkait Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), atau instansi pemerintah daerah yang bertugas membantu gubernur dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral, termasuk mineral dan batubara.

Pasalnya Fungsi utamanya diatas meliputi perumusan kebijakan teknis, pembinaan, dan pelaksanaan tugas-tugas terkait pertambangan, serta pengawasan izin dan kegiatan operasional tambang di wilayahnya.

Tambang galian merusak ekosistem melalui penghilangan habitat satwa dan tumbuhan, pencemaran air dan udara, erosi dan penurunan kualitas tanah, serta peningkatan risiko bencana seperti longsor dan banjir. Hilangnya vegetasi secara luas juga mengganggu siklus hidrologi, mengubah struktur tanah menjadi tidak subur, dan menciptakan kubangan besar yang menjadi sumber penyakit dan mengganggu fungsi daerah aliran sungai.

Kerusakan Ekosistem lingkungan yang Disebabkan oleh Tambang Galian, di Dusun Jaringansari, Desa Karangdiyeng, Kecamatan Kutorejo Kabupaten Mojokerto dan Dusun Grogol, Desa Kepuhpandak, Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Menjadi sorotan publik.

Jebolnya akses Jalan dari Dusun Jaringansari, Desa Karangdiyeng menuju Dusun Grogol Desa Kepuhpandak sampai saat ini belum dapat dipertanggung jawabkan dari penambang galian.

Hilangnya Habitat dan Keanekaragaman Hayati:
Lahan luas yang dibutuhkan untuk pertambangan menghilangkan habitat alami hewan dan tumbuhan, sehingga mengancam spesies yang hidup di sana.

Pencemaran Air dan Tanah : Limbah pertambangan yang mengandung logam berat dan bahan kimia beracun mencemari air sungai dan tanah, merusak kehidupan akuatik dan kualitas tanah.

Penggalian besar-besaran menyebabkan erosi tanah, merusak struktur tanah, dan meningkatkan risiko longsor.

Hilangnya tutupan vegetasi mengubah pola aliran air, menyebabkan kekeringan atau banjir, serta penurunan kualitas dan kuantitas air tanah.

Erosi tanah akibat pertambangan menyebabkan peningkatan sedimentasi di sungai, membuat air keruh, mengganggu ekosistem sungai, dan menyebabkan banjir.

Dampak pada Kehidupan Masyarakat : Masyarakat lokal kehilangan akses terhadap sumber daya alam dan mengalami dampak pencemaran, serta kehilangan pekerjaan dan mata pencaharian, terutama di daerah pariwisata seperti Raja Ampat.

Kurangnya Pengawasan yang Ketat : Diperlukan pengawasan yang lebih ketat dan berkala dari pihak-pihak terkait untuk memastikan kepatuhan pengelolaan tambang baik dari aparat penegak hukum (APH) maupun Bupati atau Dinas Kementerian Lingkungan.

Sanksi yang Tegas : Sanksi yang lebih tegas terhadap pelaku perusak lingkungan perlu diberikan, termasuk sanksi administrasi dan pidana.

Diketahui Lembaga Suwadaya Masyarakat (LSM) Generasi Muda Indonesia Cerdas Anti Korupsi (GMICAK), dilokasi : Reklamasi Lahan usai ditambang minggu 21 September 2025 tidak dijalankan, Perusahaan pertambangan harus melakukan reklamasi lahan bekas tambang agar tidak meninggalkan kubangan besar dan dapat dipulihkan fungsinya.

Pengelolaan Limbah yang Baik : Perusahaan tambang harus menerapkan sistem pengelolaan limbah yang efektif untuk mencegah pencemaran air dan tanah.

Penerapan Pendekatan Berkelanjutan:
Pembangunan di sektor pertambangan perlu diarahkan pada pendekatan berkelanjutan yang mengedepankan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan, termasuk sektor ekowisata dan perikanan.

Supriyanto (ilyas) Ketua Umum Lembaga Suwadaya Masyarakat (LSM) Generasi Muda Indonesia Cerdas Anti Korupsi (GMICAK), Kepala Desa Karangdiyeng Bapak Sulaiman Affandi, saat dikonfirmasi mengatakan tidak tau terkait legalitas perijinan tambang tambang galian tersebut.

Sementara itu Kasun Karangdiyeng Bapak Yasin juga mengatakan hal yang sama senada dengan bapak Kepala Desa Balak Affandi.

Lantas siapa yang bertanggung jawab terkait rusaknya ekosistem alam atau lingkungan di Lokasi pertambangan galian di Dusun Jaringansari, Desa Jaringansari Dan Dusun Grogol Kecamatan Kepuhpandak, Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto? Bagaimana masa depan anak cucu dimasa mendatang? (Tim Sembilan)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *