Penulis : Nur Intan B Hamid
Alamat, Jalan tlogomas gang 15C nomor 7C kecamatan Lowok Waru. Telpon: 081336395232
Jejakkasustv.com | Sebuah kisah yang memilukan sekaligus menyedihkan tentang seorang Perempuan yang sekarang mendekam didalam lembaga pemasyarakatan (Lapas) kabupaten Alor Nusa Tenggara Timur, sebut saja dengan inisial WL, umur 43 tahun, karena kasus ini belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap (Incrach) dan masih menganut Asas Praduga Tak Bersalah, sesuai dengan kelengkapan berkas dari Kepolisian setempat dalam hal Penyidikan telah lengkap maka ibu WL tersebut harus ditahan oleh Kejaksaan Negeri Kalabahi, dalam penahanan tersebut dititipkan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) alor selama 20 hari menunggu pelimpahan berkas ke Pengadilan Negeri Kalabahi untuk disidangkan.
Perempuan tersebut mempunyai 11 orang anak dan 1 anak yatim piatu yang dipelihara, berawal dari kronologis kasus yang menyebabkan Ibu tersebut mendekam dalam tahanan Lapas Alor adalah dugaan telah terjadi tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh salah seorang warga masyarakat Desa Lewalu, desa tersebut merupakan salah satu desa yang berada di kabupaten alor kecamatan Alor barat laut,kejadian tersebut ini bermotif pada persoalan batas tanah dan pengrusakan tanaman Pelaku, dari pengakuan ibu tersebut yang ditunangkan dalam berita acara pemeriksaan di kepolisian,ibu WL tidak melakukan perlawanan sedikitpun terhadap pelaku,akan tetapi persoalan ini karena ibu WL merasa dianiayah maka dilaporkan kasus ini ke Kepolisian, pelakupun melakukan laporan balik dengan tuduhan Ibu WL melakukan Penganiayaan terhadap dirinya, sebut saja dengan inisial RP, kasus penganiayaan antara Ibu Wl dengan RP ini terjadi laporan tandingan alhasil mereka berduapun hingga sekarang menjalani hukuman sebagai tahanan jaksa di Lempaga Pemasyarakatan (Lapas Alor) sambil menunggu sidang untuk mendapatkan keputusan dari Hakim Pengadilan Negeri Kalabahi.
Dari kasus ini mulai dari tahapan laporan hingga Penyidikan dan dilimpahkan ke Penyidik umum dan dilimpahkan lagi ke Jaksa Penuntut Umum ada beberapa kejanggalan yang menurut informasi melalui telephone yang penulis cermati, karena kasus ini secara logika hukum kasus ini terjadi taggal 30 Desember 2018, pada tanggal 31 Januari 2019 berkas tersebut selanjutnya dilakukan pemberkasan kemudian dikirmkan ke Jaksa Penuntut Umum pada Kantor Kejaksaan Negeri Kalabahi, akan tetapi pada waktu itu menurut informasi dari Penyidik bahwa berkas tersebut dikembalikan dan dilengkapi ulang, secara Yuridis mengacu pad KUHAP selambat lambatnya 14 hari perbaikan berkas dan dikirm kembali ke Jaksa Penuntut Umum, akan tetapi membutuhkan waktu yang begitu lama dan selanjutnya tanggal 14 agustus 2019, terjadi penahanan yang dilakukan oleh Jaksa terhadap Pelaku dan Korban.
Terjadi juga penyurutan pasal dari undang-undang khusus yakni tentang perlindungan Perempuan, seperti halnya dalam peraturan mentri pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak republik indonesia nomor 1 tahun 2010 tentang standar pelayanan minimal bidang layanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan mestinya dijunctokan dari pernbuatan pelaku RP terhadap korban Ibu WL, penerapan pasal terhadap pelaku dan korban atau korban dan pelaku hanya dikenai dengan pasal penganiayaan (pasal 351 ayat 1), untuk pelaku atau korban Ibu WL masih bisa dipertimbangkan dengan pasal penganiayaan itupun kalau ibu tersebut terbukti dipersidangan dengan keterangan para saks, akan tetapi penerapan pasal terhadap pelaku atau korban RP harus disertakan dengan Pasal pemberatan yang dijelaskan sebelumnya yaitu tentang perlindungan perempuan, ini bentuk kriminalisasi terhadap perempuan apabila terjadi pembiaran atau kekosongan dalam penerapan sanksi pidana terhadap pelaku atau korban RP, pasalnya pelaku RP sebelum melakukan penganiayaan terlebih dahulu dengan ancaman psikis berupa menggunakan linggis untuk diarahkan ke korban WL(menurut laporan korban WL) setelah itu pelaku RP menampar korban dan akhirnya korban WL terjatuh.
Menurut laporan RP dalam Berita Acara Pemeriksaan di kepolisian pelaku atau korban ibu WL lah yang mendahului pemukulan terhadap RP dan melempari RP dengan batu, dari hasil penyidikan, pelaku atau korban RP membawa batu dan tempat nasi untuk dijadikan barang bukti yang dipergunakan pelaku atau korban ibu WT untuk menganiayah pelaku atau korban RP, dari keterangan ini bisa dipastikan bahwa mengenai alat bukti yang RP jelaskan ini secara formil kekuatan hukumnya lemah, karena berkenaan dengan barang bukti yang dijelaskan dalam KUHAP mulai dari penyitaan dan pengambilan barang bukti adalah wewenangnya kepolisian dan berdasarkan perintah hakim untuk dibawa ke Pengadilan sebagai alat bukti.
Fakta persidangan pada tanggal 02 september 2019 tentang Dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang dibacakan tidak ada penerapan tentang pasal perlindungan perempuan, artinya bahwa undang undang khusus tersebut dikesampingkan, dilanjutkan juga dalam persidangan pada tanggal 09 september 2019 tentang pemeriksaan saksi dan korban, dalam pemeriksaan tersebut saksi dari Ibu Wl membantah adanya saksi dari RP yang seolah olah memberikan keterangan palsu, artinya bahwa kejadian tersebut tidak ada orang dilingkungan kejadian selain dari kesaksian Ibu WL, sebelum pemeriksaan saksi Hakim menghimbau agar yang memberikan keterangan saksi dari Ibu WL selain dari anak kandung ibu WL adalah kedua saksi yang merupakan hubungan jauh antara korban ibu WL dan saksi tersebut agar keterangan saksi tersebut objektif, akan tetapi fakta persidangan selanjutnya dari kesaksian RP adalah salah saktu saksi tersebut merupakan adik kandung dari pelaku RP.
Lebih ironisnya lagi RP merupakan calon Kepala Desa terpilih dalam kontestasi Pilkades tahun ini, hal ini memicu ketidaksukaan dan kekecewaan warga masyarakat terhadap RP karena tidak bisa mengemban amanah dan bersikap santun dalam menyelesaikan persoalan sebelum terpilih menjadi Kepala Desa
Kisah pilu terhadap Ibu WL yang masih mendekam dalam tahanan dengan meninggalkan 11 anak dan 1 anak yatim ini menunggu sidang tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum, semoga Hakim memutuskan perkara ini dalam putusannya lebih mengutamakan pertimbangan hati nurani terhadap ibu WL