BOJONEGORO l Jejakkasustv.com – Pekerjaan proyek pembangunan Sport Center Bojonegoro yang menelan anggaran fantastis sebesar Rp16,171 miliar dari APBD Kabupaten Bojonegoro Tahun Anggaran 2025 kini menjadi sorotan tajam.
Pasalnya, di lapangan, sejumlah pekerja terlihat bekerja di ketinggian tanpa mengenakan Alat Pelindung Diri (APD). Pemandangan berbahaya itu seolah mengabaikan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta Sistem Manajemen K3 (SMK3) sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1970 dan PP Nomor 50 Tahun 2012.
Proyek bernilai miliaran rupiah tersebut dikerjakan oleh PT Jaya Etika Tehnik (PT JET) sebagai penyedia jasa, dengan CV BSK bertugas sebagai konsultan pengawas. Berdasarkan kontrak pekerjaan Nomor 640/963/FL.BTB/412.205/2025 tertanggal 6 Agustus 2025, masa pelaksanaan proyek ditetapkan selama 135 hari kalender.
Hingga Oktober 2025, progres pembangunan baru mencapai sekitar 35 persen, dengan target rampung pada akhir Desember 2025. Namun, di balik kemegahan pembangunan yang dijanjikan, justru muncul dugaan kelalaian serius terhadap penerapan standar keselamatan kerja.
Di lokasi, tampak beberapa pekerja bergelantungan di ketinggian puluhan meter tanpa helm proyek, tali pengaman, atau rompi keselamatan.
Situasi ini jelas mengancam nyawa dan berpotensi menimbulkan insiden fatal (terjatuh meninggal) yang pernah terjadi di proyek lain di wilayah sekitar tahun lalu.
Berdasarkan data Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya (PKPCK) Kabupaten Bojonegoro, bangunan Sport Center ini berdiri di sisi timur kawasan perkantoran DPRD Bojonegoro, dengan total luas 2.498,12 meter persegi (44×22 meter).
Adapun rincian bangunan terdiri dari, Lantai 1: seluas 1.775,04 meter persegi, Lantai tribun: seluas 723,08 meter persegi, bangunan juga dirancang menggunakan daya listrik 41.500 VA, menegaskan proyek ini tergolong kelas besar dan berbiaya tinggi.
Namun ironisnya, dengan dana sebesar itu, penerapan K3 justru dinilai lemah dan nyaris tidak tampak di lapangan.
Agus pengawas proyek tersebut, tampaknya kurang serius menertibkan pekerja untuk mengikuti aturan yang ada.
Seharusnya perusahaan (PT) yang menggarap proyek puluhan miliar itu harus mengevaluasi kinerja Agus, karena ia terlihat tidak becus untuk bekerja, bila perlu memecatnya.
Menanggapi hal ini, Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Pekerja Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (FSP-KSPI), Siswo Darsono, mengecam keras lemahnya pengawasan keselamatan kerja di proyek-proyek daerah.
“Keselamatan dan kesehatan kerja bukan hanya tanggung jawab perusahaan, tapi juga bagian dari perjuangan serikat pekerja,” tegasnya, Kamis (13/11/2025).
“Kami akan terus mendorong agar K3 menjadi budaya di tempat kerja, bukan sekedar formalitas administratif,” lanjutnya.
Siswo juga menilai bahwa serikat pekerja harus lebih aktif mengawasi pelaksanaan SMK3 agar setiap proyek publik benar-benar menjamin keselamatan tenaga kerja.
“K3 harus menjadi agenda utama di perusahaan. Dengan pemahaman yang baik, kita bisa memastikan anggota bekerja dengan aman dan sehat,” ujarnya.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran publik, terlebih proyek tersebut menggunakan dana APBD yang besar. Masyarakat menilai pemerintah daerah seharusnya tidak hanya mengejar target penyelesaian proyek, tetapi juga memastikan keselamatan seluruh pekerja di lapangan.
Dengan dugaan pelanggaran K3 yang mencolok, kini bola panas berada di tangan Pemkab Bojonegoro dan Dinas PKPCK. Mereka didesak segera melakukan evaluasi mendalam terhadap pelaksana proyek dan pengawas lapangan agar tidak terjadi tragedi kerja yang memakan korban.
Keselamatan kerja bukan sekedar formalitas administratif. Di balik setiap proyek pembangunan, ada nyawa pekerja yang harus dilindungi. Pelanggaran K3, sekecil apa pun, adalah bom waktu yang bisa berujung tragedi kematian.
Reporter: HR /Red*






