Jejakkasustv.com|Pamekasan- Aksi Unjuk rasa ( Unras )lintas Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM ) yang dilaksanakan Beberapa hari yang lalu tanggal 18-09-2019 sempat terjadi aksi pembakaran baju oleh sejumlah aktivis yang melakukan unras didepan kantor DPRD Kab. Pamekasan,hal tersebut mendapat kecaman dari masyarakat pengrajin batik pamekasan,jumat (20/09/2019).
Dilansir dari berita salah satu media cetak Aksi Bakar baju batik tersebut Menuai Kecaman. Dimana dalam pemberitaan tersebut pihak pengrajin batik Ahmad Zaini akan melaporkan aktivis yang telah membakar baju batiknya aktivis tersebut.
“Kalau tidak minta maaf dalam waktu 2 x 24 jam kami akan tempuh jalur hukum.” tutur Zaini (pengrajin batik).
Menanggapi cuitan tersebut korlap aksi Abdussalam Marhaen kepada Jejak Kasus TV menjelaskan bahwa pembakaran baju tersebut adalah sebagai bentuk kekecewaan kepada bupati pamekasan tidak bisa menepati janji politiknya saat kampanya.
“saya selaku kordes tim berbaur merasa sangat kecewa karena sudah tidak sesuai dengan janji politiknya,dan masalah membakar baju yang dipakai tim berbaur (Tim Pemenangan Bupati Pamekasan) adalah sebagai bentuk kekecewaan kami kepada Bupati yang hanya pintar “ngibul” rakyatnya dengan mengatakan bahwa sudah menetapkan harga tembakau Rp. 42.000 – 55.600, padahal nyatanya itu semua hanya “Lip service”.” Ungkapnya.
Terkait permasalahan tersebut mendapat perhatian dari Praktisi Hukum M. Alfian, SH. MH. (Lulusan Cumlaude UBARA 2018) dia mengatakan bahwa kecaman tersebut tidak punya landasan hukum
“Pembakaran tersebut jelas bukan penghinaan terhadap batik atau pengrajin batik manapun karena baju yang dibakar tersebut adalah Platform politiknya Badrut Tamam (Bupati Pamekasan) saat kampanye,” Jelasnya.
Lebih lanjut terkait jalur hukum yang akan ditempuh Alfian memaparkan bahwa tidak ada landasan hukum dalam kejadian ini.
“Misalnya ini akan dilaporkan ke pihak yang berwajib ini tidak akan masuk, karena konsep awal perobekan dan pembakaran tersebut adalah bukan masalah batiknya tetapi platform baju yang dipakai bupati saat kampanye”. Ungkap pendiri LBH PUSARA (Pusat Advokasi Masyarakat Nusantara) tersebut.
Lulusan terbaik Magister Hukum tersebut berharap agar supaya nanti misalnya ada laporan tersebut jangan diterima.
“saran saya laporan terkait ini jangan diterima karna tidak ada unsur mens rea dan actus reus-nya”. Pungkas Alfian.(mochtar)