Jejakkasustv.com
SEMARANG- Pengamat Sosial, Hukum, dan Politik Indonesia (PSHPI), Adi Setijawan, SH, menilai bahwa vonis 6,5 tahun penjara yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah tidak mencerminkan rasa keadilan publik. Putusan ini jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang meminta hukuman 12 tahun penjara.
Kasus korupsi ini menjadi salah satu skandal terbesar dalam sejarah Indonesia, dengan kerugian negara mencapai Rp 300 triliun. Angka yang fantastis ini seharusnya bisa digunakan untuk membangun infrastruktur, meningkatkan kualitas pendidikan, serta memastikan layanan kesehatan yang lebih baik bagi masyarakat luas. Namun, alih-alih mendapatkan keadilan yang setimpal, publik justru disuguhkan vonis yang dinilai tidak sepadan dengan dampak luar biasa dari kejahatan tersebut.
Selain hukuman penjara, Harvey Moeis dijatuhi denda sebesar Rp 1 miliar. Jika tidak dibayar, maka akan diganti dengan hukuman kurungan selama 6 bulan. Tak hanya itu, ia juga diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp 210 miliar. Jika uang pengganti tersebut tidak dibayarkan, maka harta benda miliknya akan disita dan dilelang untuk menutupi kerugian negara. Namun, jika hasil lelang tidak mencukupi, maka akan diganti dengan hukuman penjara tambahan.
Adi Setijawan menegaskan bahwa putusan ini mencerminkan lemahnya keberanian hukum dalam menindak koruptor kelas kakap. “Dengan kerugian negara yang mencapai ratusan triliun, hukuman 6,5 tahun penjara seakan menjadi lelucon di tengah penderitaan rakyat akibat dampak korupsi yang meluas. Ini bukan hanya soal angka dalam vonis, tetapi tentang pesan yang disampaikan kepada publik bahwa korupsi masih diperlakukan dengan lunak di negeri ini,” tegas Adi.
Lebih lanjut, Adi menambahkan bahwa hukuman ringan seperti ini berpotensi menurunkan efek jera bagi para pelaku korupsi lainnya. Mereka mungkin akan merasa bahwa risiko yang dihadapi masih sebanding dengan keuntungan yang diperoleh dari tindakan korupsi. Jika hukuman seperti ini terus berulang, maka penanganan kasus korupsi di Indonesia hanya akan menjadi formalitas belaka.
Kasus ini seharusnya menjadi momentum bagi aparat penegak hukum untuk menunjukkan keseriusan dalam memberantas korupsi. Penegakan hukum yang adil dan tegas bukan hanya untuk menghukum pelaku, tetapi juga untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum di Indonesia.
Masyarakat kini menanti langkah tegas dari lembaga hukum dan pemerintah untuk memastikan bahwa setiap rupiah yang dirampas dari negara dapat dipertanggungjawabkan dengan hukuman yang setimpal. Karena pada akhirnya, keadilan bukan hanya tentang vonis di atas kertas, tetapi tentang dampak nyata yang dirasakan oleh rakyat.
(Red)