Audit Publik: 80% Dana Desa Realokasi Pembangunan Lanjutan Kantor Desa Yang Dikelola PEMDES Miga, Diduga Raib
Jejakkasustv.com | Kepulauan Nias Sumut Gunungsitoli, 23/08/2025 –
Pembangunan Kantor Desa Miga kembali menjadi sorotan tajam publik. Pada Tahun Anggaran (TA) 2020, Pemerintah Kota Gunungsitoli melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa/Kelurahan (PMD/K) memberikan persetujuan penggunaan Dana Desa untuk melanjutkan pembangunan kantor desa.
Persetujuan tersebut tertuang dalam Surat Nomor 141/2250/DPMD/K/2020 tanggal 18 Juni 2020, yang merujuk pada Peraturan Wali Kota Gunungsitoli Nomor 69 Tahun 2019 Pasal 28 ayat (55). Regulasi ini membuka celah penggunaan Dana Desa untuk kegiatan di luar program prioritas.
Persetujuan yang ditandatangani oleh Peniel Harefa, S.Sos, selaku Kepala Dinas PMD/K, menjadi dasar hukum bagi Camat Gunungsitoli, Mario Otomosi Zebua, dan Pj. Kepala Desa Miga, Samsul Sidik Telaumbanua, SE, untuk melanjutkan proyek yang sejak awal sarat persoalan. Sejak TA 2017 hingga 2019, pembangunan kantor desa tersebut telah menguras Alokasi Dana Desa (ADD) sebesar Rp. 407 juta.
Namun realisasi fisik yang tampak di lapangan hanya berupa bangunan setengah jadi: tiang dan dinding tanpa plester, lantai dua tanpa coran, serta tanpa fasilitas penunjang lainnya.
Pada TA 2020, Pemerintah Kota kembali menyetujui anggaran Rp. 199 juta untuk delapan item pekerjaan, termasuk penimbunan dan pengecoran lantai satu, pemasangan pintu dan jendela, pengecoran lantai dua, pembangunan tangga, kamar mandi, hingga instalasi listrik dan air.
Namun, hasil pengecekan faktual memperlihatkan hanya satu item yang terealisasi, yakni pengecoran ringbalk lantai dua, plat lantai dua, dan tiang kolom. Estimasi pembiayaan teknis pekerjaan tersebut hanya sekitar Rp. 40 juta.
Dengan demikian, dari total Rp. 199 juta yang dialokasikan, terdapat indikasi kuat penyelewengan anggaran sebesar Rp. 159 juta. Jika ditambahkan dengan anggaran tahun-tahun sebelumnya yang sudah terserap namun output-nya minim, maka proyek pembangunan Kantor Desa Miga berpotensi menjadi bukti nyata maladministrasi, dan indikasi tindak pidana korupsi dalam pengelolaan Dana Desa.
Konfirmasi dengan salah seorang tokoh masyarakat, Ama zi Alfan, justru membantah tegas tudingan penyalahgunaan anggaran.
Menurutnya, persoalan ini muncul semata-mata karena keterbatasan alokasi dana, bukan karena unsur kesengajaan atau korupsi.
“ Pembangunan Kantor Desa Miga tersebut bukan mangkrak atau sengaja dibiarkan, tetapi karena ketidaktersediaan anggaran, baik di ADD maupun DD. Saya yakin Pemdes dalam melaksanakan pembangunan sudah melewati tahapan formal, mulai dari Musrenbangdes, penyusunan RKPDes, hingga pengesahan APBDes dan P-APBDes. Tim pelaksana bekerja sesuai perencanaan konstruksi dari konsultan atau tenaga ahli (TA) Kota Gunungsitoli_,” jelasnya.
Ia menambahkan, pembangunan infrastruktur desa merupakan proses berkelanjutan yang tidak bisa selesai hanya dalam satu tahun anggaran.
Menurutnya, tudingan korupsi tanpa dasar hanya akan menimbulkan kegaduhan dan merusak kepercayaan publik.
“ Jika ada keraguan, biarlah lembaga audit resmi yang melakukan pemeriksaan. Pemdes Miga tetap berkomitmen pada prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat_,” pungkasnya.
Namun, di tempat terpisah, Irmin Zai, Ketua BPD pada periode itu, menyatakan keraguan serius terhadap pengelolaan dana tersebut. Ia menilai, dari total Rp. 199 juta yang disetujui Pemerintah Kota untuk delapan item pekerjaan, faktanya hanya satu item yang terealisasi.
“ Kita bisa melihat langsung progres pekerjaan. Di tahun 2020 hanya lantai dua yang dikerjakan, sementara tujuh item lainnya tidak dilaksanakan, tetapi keuangannya sudah dipertanggungjawabkan Pemdes_” tegasnya.
Lebih lanjut, Irmin menilai pertanggungjawaban keuangan yang tidak sebanding dengan realisasi fisik pekerjaan merupakan indikasi kuat adanya fraud anggaran. Berdasarkan perhitungannya, estimasi biaya pekerjaan hanya sekitar Rp. 40 juta, sementara sisanya Rp. 159 juta tidak jelas peruntukannya.
Ia menegaskan, kondisi bangunan yang masih jauh dari kata rampung berbanding terbalik dengan dana yang sudah terserap. Oleh karena itu, dugaan penyalahgunaan wewenang dan tindak pidana korupsi ini harus segera ditindaklanjuti oleh aparat pengawasan internal maupun eksternal pemerintah, termasuk Inspektorat, BPK, dan Aparat Penegak Hukum (APH).
“ BPD pada prinsipnya menginginkan agar setiap rupiah Dana Desa benar-benar memberi manfaat nyata bagi masyarakat, bukan sekadar angka dalam laporan pertanggungjawaban_” cetusnya sambil mengakhiri
Tim#